Home >>Blog >Icip-icip Kuliner

Terry Endropoetro's avatar

Festival Kopi di Kereta Api

Memasuki halaman stasiun kereta, harum aroma kopi merebak di mana-mana. Juga di dalam kereta.  Kopi diseduh dan dibagikan kepada para penumpang. Gratis! Sepanjang perjalanan.

Festival #NgopiBarengKAI yang digelar PT Kereta Api Indonesia pada akhir Januari 2018 lalu, merupakan festival kopi pertama yang 'bergerak' dan berpindah tempat. Berpusat di 13 stasiun di 11 kota (Jakarta, Bandung, Cirebon, Tegal, Purwokerto, Semarang, Solo, Yogyakarta, Malang, Jember, dan Surabaya) yang keberadaannya menjadi titik penghubung daerah-daerah penghasil kopi di Pulau Jawa.

Semua seduhan kopi di Festival #NgopiBarengKAI ini dibagikan secara cuma-cuma. Gratis! Untuk siapa saja. Calon penumpang, pengantar, penjemput, bahkan sopir taksi, tukang ojek, dan tukang becak di sekitar stasiun pun bisa mencicipinya. Tak tanggung-tanggung, target kopi yang dibagikan selama 2 hari festival adalah 50.000 cup! Wah, banyak ya! (Baca: Seduhan Kopi ala #NgopiBarengKAI)

Tak seperti festival lainnya, #NgopiBarengKAI ini anti-mainstream dan istimewa. Karena mengikutsertakan penyeduh kopi (barista) di dalam 40 perjalanan kereta. Dibantu para awak PT Reska Multi Usaha di gerbong restorasi, para penyeduh menyajikan beragam kopi Nusantara kepada para penumpang. Gratis!

UNDIAN NAIK KERETA
Gagasan yang dilontarkan oleh Komunitas Kopi Nusantara - Yogyakarta ini memiliki tujuan sederhana, yaitu mengingatkan masyarakat tentang keberadaan kopi lokal yang menjadi kekayaan Nusantara, sekaligus mengedukasi masyarakat bagaimana menikmati kopi yang sehat.

Menurut Wisnu Bhirowo, 'komandan' Komunitas Kopi Nusantara - Yogyakarta, banyak sekali penggiat kopi (brand, kedai, pemasok, petani, penyeduh) yang tertarik untuk ikut di festival ini, bahkan ada yang dari Palembang dan Medan. Namun, karena #NgopiBarengKAI berpusat di 11 kota di Jawa, jadi penggiat kopi di kawasan itulah yang diutamakan.

Dari ratusan pendaftar terpilihlah 230 penggiat kopi yang memenuhi kriteria. Salah satu kriteria adalah memiliki produk kopi kemasan maupun dalam bentuk olahan, dan tentunya mampu mendapatkan pasokan kopi di daerah masing-masing, di Jawa maupun dari luar Jawa.

Jadi sambil membagikan seduhan kopi gratis, para penggiat kopi bisa menjual beragam produk mereka. Dari kopi jenis Arabica, Robusta, Liberica, dalam bentuk green bean, roast bean, house-blend, honey iced coffee, cold brew, sampai cascara. Disepakati, 10% penjualan akan disumbangkan untuk perbaikan kesehatan dan gizi masyarakat di sekitar stasiun.

Untuk menentukan siapa penyeduh yang ikut dalam perjalanan kereta, dilakukan pengundian. Sebuah cara yang adil bagi semua. Terpilihlah 80 orang yang disebar dalam 40 pemberangkatan kereta. Tugas mereka menyeduh kopi untuk para penumpang, sepanjang perjalanan kereta, termasuk kereta malam hari dengan batas penyeduhan jam 22.00 wib.

SEMANGAT NGOPI KE JOGJA
Bersama Dera Carlos (Kopi Kaman) dan JooJoo (Batas Kota), saya ikut angkut-angkut barang ke gerbong restorasi KA Taksaka Pagi. Pemberangkatan dari Stasiun Gambir ke Stasiun Tugu Yogyakarta.

Mengingat harus berpindah tempat, tak terlalu banyak peralatan yang dibawa. Hanya timbangan digital, grinder, teko leher angsa, dan dibekali 500 cangkir kertas. Serba praktis dan efisien untuk menghidangkan kopi tubruk di dalam kereta.

Semangat dan antusias, tapi terus terang ada sedikit rasa was-was, karena ini pengalaman pertama dan belum terbayang hambatan teknis apa yang akan ditemui selama perjalanan kereta.

Berjabat tangan dengan Kondektur Kereta Api yang bertugas dianggap 'tanda sepakat'. Kami pun menjadi awak kereta yang harus mengikuti peraturan selama perjalanan, termasuk apel sebelum kereta di berangkatkan.

Setelah satu jam sejak kereta diberangkatkan, melalui pengeras suara, pembagian kopi gratis diumumkan. Lalu mulailah para penumpang silih berganti datang ke gerbong restorasi. Penasaran melihat langsung bagaimana para penyeduh menggiling biji kopi dan menyajikannya dalam sekejap.

Dera dan JooJoo sudah memajang beberapa jenis kopi dalam kemasan. Penumpang tinggal memilih mana yang ingin mereka cicipi. Arabica Bogor varietas Sigararutang, Liberica Lumajang Nongko, Arabika Sukabumi Ciayunan, Arabica Ijen Bondowoso, Arabica Kerinci Gunung Tujuh, atau Arabica Toba Onan Ganjang.

Aviq, Kondektur KA Taksaka pada pagi itu, datang menghampiri sambil menunjukkan aplikasi KAIAccess di ponselnya. Ini adalah salah satu aplikasi yang bisa diunduh untuk mempermudah calon penumpang dalam proses pembelian tiket, memilih tempat duduk dan gerbong, calon penumpang bisa naik langsung ke kereta tanpa harus repot mencetak tiket di stasiun terlebih dahulu. Sambil menunggu kopi tubruk siap disajikan, para penumpang yang belum memiliki KAIAccess mengunduh aplikasi dibantu Ardi dan Sumi, Prama dan Prami Senior kereta.

MENGEDUKASI DI KERETA
Tak seperti yang dibayangkan. Menyeduh kopi di kereta juga penuh tantangan. Guncangan kereta membuat angka di timbangan digital tak bisa menampilkan angka yang tepat. Akhirnya untuk penakaran biji kopi dilakukan dengan menggunakan takaran manual.

Begitu juga saat menuangkan air panas dari teko kecil dengan pipa leher angsa. Para penyeduh biasanya menuangkan air secara perlahan searah jarum jam untuk 'mengangkat' aroma dan cita rasa kopi. Tapi di dalam kereta, hal itu tidak berlaku, guncangan kereta, membuat air panas tertuang acak. Teko leher angsa seakan berubah jadi leher ular yang terus bergerak.

Saat mendekati Stasiun Cirebon, saya minta Dera menyeduh 2 cangkir kopi untuk diberikan kepada masinis saat kereta berhenti sebentar untuk pengisian air.

"Jangan ditinggal ya, Pak!" kata saya pada Polsuska, sambil berjalan cepat membawa kopi melewati 5 gerbong di depan. Dijamin masinis melek sampai tujuan!

Di Stasiun Purwokerto kereta berhenti lagi. Saya kembali mengantarkan kopi ke lokomotif. Masinis sudah menunggu, "Yang tadi kopi apa, sih? Kok tidak pakai gula?" Hal yang sama ditanyakan oleh semua penyeruput kopi di kereta. Mengapa kopi gratis ini tidak memakai gula?

Banyak yang mengatakan, bahwa cita rasa kopi sebenarnya (pahit atau asam) akan bisa terasa bila diminum tanpa gula. Pendapat lain mengatakan, bila menambahkan gula bisa jadi malah mengurangi manfaat-manfaat yang ada dalam minuman kopi itu sendiri.

Tapi semuanya kembali pada selera. Mau minum kopi pahit tak masalah. Menambahkan sedikit pemanis juga bukan dosa. Beberapa penyeduh pasti akan maklum. Mereka akan mencampurkan kopi dengan sedikit gula atau susu, bahkan kopi juga bisa disajikan dengan potongan gula Jawa. a.

LELAH BUKAN MASALAH
Selama 8 jam perjalanan, Dera dan JooJoo tak melulu menyeduh. Di kala beristirahat mereka mengobrol dengan awak reska atau saling foto. Tapi memang dasarnya tak bisa duduk diam, mereka kembali menyeduh kopi dan ingin membagikan kepada penumpang kereta.

Yunus dan Yuni, Prama dan Prami kereta akan membantu membagikan kopi pada penumpang, karena Dera dan JooJoo tertantang membawa baki berisi cangkir-cangkir kopi. Yang akhirnya mereka akui bahwa tidak mudah melakukannya, melangkah antar gerbong sambil menjaga keseimbangan agar kopi-kopi tidak tumpah.

Tapi kelelahan dan tantangan seperti mendapat balasan setimpal, ketika setiap pintu gerbong dibuka, semua penumpang langsung mendongak. Yang sedang tertidur pun mendadak bangun. Aroma kopi yang kami bawa sungguh semerbak. Yang awalnya ragu-ragu akhirnya penasaran lula ingin mencoba.

Berbanggalah Anda bila berada di Festival #NgopiBarengKAI. Karena target 50.000 cangkir kopi yang dibagikan gratis, tembus menjadi 53.518! Menakjubkan! Ini pasti karena Anda, yang sudah ikut mencicipi kopi Nusantara. █


Comments (3)

Topic:
Sort
0/5 (0)
Facebookdel.icio.usStumbleUponDiggGoogle+Twitter
Gravatar
Nchie Hanie says...
Ahh, seru banget perjalanannya Mba, mbayangin barista ngeracik kopi sambil goyang2 di kereta.
Semogaa aku bisa ngerasain euforia #NgopiBarengKAI
Gravatar
Jun Joe Winanto says...
Ajiib memang nih ngopi bareng-bareng. Kopi nusantara ga kalah rasa sama kopi dari luar Sana. Eeh diambil dari negeri kita sendiri juga yaak kopi di toko sebelah... Hahaha. Keren dah KAI. Wanita tangguh nih... Jakarta Yogyakarta, balik lagi. Haha seterong!!
Gravatar
vira says...
Seru ya mbak! sayang waktu itu aku nggak lagi ke stasiun.
jadi, favorit mbak Terry kopi apa?

Add Comment

* Required information
(never displayed)
 
Bold Italic Underline Strike Superscript Subscript Code PHP Quote Line Bullet Numeric Link Email Image Video
 
Smile Sad Huh Laugh Mad Tongue Crying Grin Wink Scared Cool Sleep Blush Unsure Shocked
 
2000
 
Notify me of new comments via email.