Home >>Blog >Sepeda

Terry Endropoetro's avatar

Saat Tekad Sudah Bulat

Beberapa tahun yang lalu, seorang teman sekantor puluhan kali gigih mengajak saya bersepeda ke kantor, puluhan kali juga saya tolak. Nggak berani!

Sebenarnya rumah saya di kawasan Pejaten, hanya berjarak sekitar 8 kilometer saja dari kantor saya di daerah Kuningan, yang sama-sama di wilayah Jakarta Selatan. Dan kalau dilihat di peta, hampir berupa garis lurus, ya belok-belok sedikitlaaah.
Jalan Mampang Raya yang dilewati setiap hari, adalah jalan dengan tingkat kemacetan luar biasa. Setiap pagi bus, mobil, dan motor berjajar rapat hampir tak bergerak. Pada sore hari, giliran jalur sebaliknya yang dipenuhi kendaraan beriringan padat. Belum lagi kalau lampu hijau menyala di perempatan jalan, semua kendaraan langsung berebut maju dan langsung membuat kemacetan baru. Lalu lintasnya ruwet, belum lagi kendaraan yang seliweran seenak udel. Hadeuuuh! Membayangkannya saja kepala saya langsut mumet.

Setelah belasan tahun jadi penumpang kendaraan umum, pergi dan pulang kantor. Remuk-redam rasanya harus selalu melewati kemacetan setiap hari, yang kian hari makin menjadi. Lama-lama saya menyerah juga. Seperti mendapat pencerahan, akhirnya saya memutuskan mencoba bersepeda ke kantor.

Hari pertama naik sepeda.
Sebelum jam menunjuk angka 6 pagi, sepeda lipat berwarna kuning sudah siap bersandar di pintu pagar rumah, helm berwarna kuning pun sudah dipakai. Ransel berisi baju ganti juga sudah disandang.
Rute yang akan dilewati adalah Jl.Pejaten Barat ‐ Jl.Kemang Timur ‐ Jl.Kemang Utara Raya ‐ Jl.Kemang Utara IX ‐ Jl.Mampang Prapatan ‐ Jl.HR.Rasuna Said (Kuningan).
Menghirup nafas panjang, lalu menghelanya perlahan. Mari berdoa dulu... semoga aman di perjalanan bersaing dengan bus kota, mobil, bajaj, dan motor yang bersliweran di jalan raya. Semoga selamat sampai ke tujuan.

Sepagi itu jalanan Jakarta masih relatif sepi, saya mengayuh sepeda pelan-pelan di sisi kiri jalan... dan paling pinggir kiri. Tanjakan dilewati, turunan dilalui, semua lampu pengatur lalu lintas dipatuhi, dan 45 menit kemudian, saya sudah memasuki gerbang kantor.
"Yeeeeyyy!!!" Spontan saya bersorak, disambut tepukan tangan dari bapak-bapak satpam kantor. Disoraki juga oleh penjual mie ayam dan penjual pecel lele dari seberang kantor. Huaaaah! Rasanya lega bukan kepalang. Keringat mengalir deras, entah itu karena lelah mengayuh atau keringat dingin.

Masalah muncul saat sore hari, pulang kantor. Ketika jalanan sudah sangat padat dengan kendaraan. Saya gentar, tak berani bersepeda pulang. Untunglah ada teman yang mengajak pulang naik mobil. Ihiiiiy! Sepeda dilipat, dimasukkan ke bagasi mobil. Praktis! Namanya juga bike to work, bukan bike from work. Jadi sah-sah saja, dong! Ha... ha... ha ....

Hari-hari bersepeda
Saya berangkat bersepeda jam 06.30. Setengah jam lebih siang daripada kemarin.
Hari ketiga, jam 07.00
Hari keempat, jam 07.30
Hari kelima, jam 08.00
Hari-hari selanjutnya, berangkat dari rumah sesuka hati. Sudah tak gentar lagi bersepeda sejajar dengan bus kota, mobil, bajaj, dan motor yang bersliweran di jalan raya.

Sekarang kalau ditanya: "Jam berapa berangkat dari rumah?"
Jawabannya: "Tergantung mau jam berapa mau sampai di kantor. Hitung mundur 30 menit saja."
Songong banget, ya?! Padahal sampai kantor ya nggak langsung kerja juga, tapi ngaso-ngaso, mandi, dan dandan dulu! Ha... ha... ha ....


Comments

No comments yet.

Add Comment

* Required information
(never displayed)
 
Bold Italic Underline Strike Superscript Subscript Code PHP Quote Line Bullet Numeric Link Email Image Video
 
Smile Sad Huh Laugh Mad Tongue Crying Grin Wink Scared Cool Sleep Blush Unsure Shocked
 
2000
 
Notify me of new comments via email.